Perbedaan Budaya Barat dan Budaya
Timur
Oleh
Damrizal
Banyak orang masih sering mempersoalkan perbedaan antara
kebudayaan barat dan kebudayaan timur. Padahal konsep itu berasal dari orang
Eropa Barat dalam zaman ketika mereka berexpansi menjelajahi dunia, menguasai
wilayah luas di Afrika, Asia dan Oseania, dan memantapkan pemerintah-pemerintah
jajahan mereka dimana-mana. Semua kebudayaan diluar kebudayaan mereka di Eropa
Barat disebutnya kebudayaan Timur, dan sebagai lawannya kebudayaan mereka
sendiri disebut kebudayaan Barat.
Orang-orang yang sering mendiskusikam kontras antara kedua
konsep tersebut secara popular, biasanya menganggap bahwa kebudayaan Timur
lebih mementingkan kehidupan kerohanian, mistik, pikiran preologis,
keramahtamahan dan gotong royong. Sedangkan kebudayaan Barat lebih mementingkan
kebendaan, pikiran logis, hubungan asas guna dan individualisme.
Kebudayaan Timur memahami kesadaran dengan pembinaan diri
melalui berbagai macam latihan baik secara fisik maupun mental. Melalui
berbagai latihan, para master spiritual yang memiliki dasar kebudayaan timur
akan terus berlatih. Dimana pada umumnya, semakin tinggi tingkat pencapaiannya,
dirinya semakin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan masyarakat.
Sedangkan kebudayaan Barat lebih sering membina kesadarannya
dengan pemahaman secara ilmu pengetahuan dan filsafat. Dengan melakukan
berbagai diskusi dan debat, mereka berusaha mengungkapkan makna dan arti yang
sebenarnya dari kesadaran. Dan pada umumnya, semakin tinggi tingkat pencapaian
spiritual yang memiliki dasar kebudayaan Barat, orang tersebut akan semakin
banyak menarik orang untuk mengikuti jalannya.
Dalam kesehariannya, orang barat memang sudah dididik untuk
mandiri dari kecil, tidak berketergantungan pada orang lain.
Sebagai contoh pertentangan dan perbedaan budaya barat dan
timur adalah ketika seorang artis dan penyanyi terkenal yang dikecam melakukan
konsernya di Indonesia dengan alasan moral dan budaya. Terlihat jelas bahwa
memang budaya barat dan timur sangan kontras dan berbeda jauh. Mungkin itu
adalah akibat dari didikan para orang terdahulu yang akhir menjadi warisan
budaya dan sifat orang timur dan barat itu sendiri.
Namun sejauh apapun perbedaan budaya barat dan timur,
merupakan suatu ciri suatu Negara dan masyarakatnya. Tak ayal dan tak bias
dipungkiri meskipun berbeda budaya, toh satu sama lain masih saling mengagumi.
Orang Barat mengagumi budaya orang timur dan orang Timur menginginkan budaya
Barat. Karena perbedaan itu justru
menyatukan umat manusia.
Perbedaan budaya yangk budaya-budaya
barat yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh budaya timur, namun
kenyataannya banyak orang timur yang mulai terpengaruh oleh budaya barat.
Padahal budaya timur jauh berbeda dengan budaya barat.
Budaya Barat menekankan analisis pengetahuan yang kritis
dengan mencari unsur sebab akibat dan membangun argumentasi-argumentasi. Hal
ini dikarenakan kodrat manusia diletakkan pada akal budinya. Unsur rasionalitas
amat ditekankan seperti terlihat pada konsep anima rationale (makhluk berakal
budi) dari Aristoteles atau motto cogito ergo sung (aku berpikir, maka aku ada)
dari Descartes.
Sedangkan budaya Timur menekankan pada pengetahuan
intuitif yang menyeluruh dan melibatkan unsur-unsur emosi. Yang nyata tidak
selalu bisa dijelaskan secara rasional. Ada hal-hal yang tidak dapat dijelaskan
akal seperti misteri dan irasionalitas. Kepribadian manusia tidak terletak pada
inteleknya, melainkan pada hatinya
Di dalam budaya Timur ide-ide abstrak tidak sepenting
ide-ide konkret, karena tujuan utama belajar bukan mengisi otak dengan
pengetahuan tapi menjadi bijaksana. Oleh karena itu, orang Timur tidak tertarik
pada pengetahuan intelektual, karena dipercaya bahwa itu tidak mampu membuat
hidup seseorang menjadi lebih baik. Di Timur pengetahuan-pengetahuan spesialis
tidak berkembang melainkan pengetahuan mengenai bagaimana menjadi manusia,
hikmat hidup dan keterlibatan dengan persoalan-persoalan hidup manusia secara
konkret. Seorang misionaris Metodis yang terkenal E. Stanley Jones pernah
berkata mengenai perbedaan Timur dan Barat. Di Timur orang bertanya-tanya Tuhan
mana yang harus dipercaya, namun di Barat orang bertanya-tanya mengapa harus
ada Tuhan. Menurut orang Barat agama harus sistematis rasional, sedangkan
di Timur orang beragama untuk menghayati hubungannya dengan Tuhan.
ada seharusnya tidak
menjadi kebencian atau pembedaan pada budaya lain, tapi jika kita mempelajari3
suatu budaya lain hendaknya kita mengambil apa-apa yang bisa dicontoh dari
budaya tersebut dan yang bisa diaplikasikan dalam budaya kita.
Tema
nya adanya perbedaan budaya barat dengan budaya
timur
Thesis
; paragraph 3 dan 4
Penutup
:pada paragraph terakhir .”jika kita mempelajari suatu budaya lain hendaknya
kita mengambil apa-apa yang bsa di contoh dari budaya tersebut yang bias di aplikasi
dalam budaya kita”
Perbedaan Budaya Indonesia dengan Jepang
DIAN RAHMY
012-008
Budaya
adalah kristalisasi nilai dan pola hidup yang dianut suatu komunitas. Budaya
tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik, karena perbedaan pola hidup
komunitas itu. Perbandingan budaya Jepang dan Indonesia berarti mencari
nilai-nilai kesamaan dan perbedaan antara bangsa Indonesia dan bangsa Jepang.
Dengan mengenali persamaan dan perbedaan kedua budaya itu, kita akan semakin
dapat memahami keanekaragaman pola hidup yang ada, yang akan bermanfaat saat
berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak yang berasal dari budaya yang
berbeda.
Kesulitan
utama dalam membuat perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang disebabkan
perbedaan karakteristik kedua bangsa tersebut. Bangsa Jepang relatif homogen,
dan hanya memiliki sekitar 15 bahasa dan telah memiliki sejarah yang jauh lebih
panjang, sehingga nilai-nilai budaya itu lebih mengkristal. Adapun bangsa
Indonesia berciri heterogen, multi etnik, memiliki lebih dari 700 bahasa,
sehingga tidak mudah untuk mencari serpih-serpih budaya yang mewakili Indonesia
secara nasional.
Antara
Jepang dan Indonesia memang memiliki banyak perbedaan, baik secara budaya dan
kondisi negara. Namun ada yang hampir sama antara keduanya, yaitu kedua negara
sama-sama memiliki ciri khas masing-masing, Indonesia yang terkenal dengan
keberagaman dan kekayaan masyarakatnya, begitupula Jepang yang kental dengan
budaya samurainya. Namun dalam hal budaya ini, nampak ada perbedaan yang
mencolok yaitu negara Jepang sangat menghargai hasil budaya mereka sehingga
semakin lama budaya Jepang akan semakin maju, seperti halnya kimono. Sehingga
Kebudayaan Jepang semakin dikenal didunia namun tidak untuk Indonesia,
kebanyakan warganya menganggap jika budaya Indonesia sangatlah kampungan
sehingga banyak yang lebih bangga memakai budaya asing dari budayanya sendiri.
Secara
SDM dan SDA, ternyata antara Jepang dan Indonesia juga sangat unik. Jepang
adalah negara miskin SDA namun kaya akan SDM sementara Indonesia kaya akan SDA
namun miskin SDM. Sehingga meskipun SDA Jepang jauh lebih rendah dibanding
Indonesia, Jepang bisa lebih kaya dari Indonesia. Bahkan ekspor SDA Jepang jauh
lebih besar dibanding Indonesia. Karena Indonesia rata-rata hanya mengekspor
barang mentah ke Jepang, setelah jadi barang maka balik diekspor ke Indonesia
dengan harga hampir seratus kali lipat. Dengan kata lain, kita membeli produk
kita sendiri, sementara keuntungan besar diambil bangsa lain.
Indonesia
harusnya belajar banyak dari Jepang, sebagai Negara yang miskin SDA dan rawan
Bencana, Jepang bisa menjelma menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang memberikan
banyak sumbangsih dan inspirasi bagi bangsa lain. Bangsa yang mengajarkan
kebangkitan usai keterpurukan, karena jelas kemajuan jepang yang pesat justru
ketika mereka baru di bombardir Amerika pada saat perang dunia.
Tradisi
penamaan di Jepang sangatlah unik. Nama di Jepang terdiri dari dua bagian:
family name dan first name. Nama ini harus dicatatkan di kantor pemerintahan
(kuyakusho), selambat-lambatnya 14 hari setelah seorang bayi dilahirkan. Semua
orang di Jepang kecuali keluarga kaisar, memiliki nama keluarga. Tradisi
pemakaian nama keluarga ini berlaku sejak jaman restorasi Meiji, sedangkan di
era sebelumnya umumnya masyarakat biasa tidak memiliki nama keluarga. Sejak
restorasi meiji, nama keluarga menjadi keharusan di Jepang. Dewasa ini ada
sekitar 100 ribu nama keluarga di Jepang, dan diantaranya yang paling populer
adalah Satou dan Suzuki. Jika seorang wanita menikah, maka dia akan berganti
nama keluarga, mengikuti nama suaminya. Namun demikian, banyak juga wanita
karir yang tetap mempertahankan nama keluarganya.
Baik
budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam
mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi
yang berlaku baik di Jepang maupun Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi
jika seorang Indonesia baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi,
wajah tidak ikut ditundukkan melainkan memandang lawan bicara. Hal ini mungkin
terjadi karena terpengaruh gaya jabat tangan yang lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata. Kesalahan lain yang juga sering
terjadi adalah mencampurkan ojigi dan jabat tangan. Hal ini juga kurang tepat
dipandang dari tradisi Jepang.
FITRI RAMADHONA
2.
Lingkungan Pendidikan Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat
merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami
dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah
lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan
demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang
dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang,
baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan
lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini,
telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan
keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti
pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam
masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan
kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan
minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Setiap pusat pendidikan dapat
berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan,
yakni:
1.
pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya
2.
pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan
3. pelatihan
dalam upaya pemahiran keterampilan.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan ini membantu peserta didik dalam
interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanaya berbagai sumber daya
pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain tidak mungkin untuk berdiri sendiri.
Terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar lingkungan
pendidikan.
Lingkungan keluarga sebagai dasar pembentukan sikap dan
sifat manusia. Lingkungan sekolah sebagai bekal skil dan ilmu pengetahuan,
sedangkan lingkungan masayarakat merupakan tempat praktek dari bekal yang
diperoleh di keluarga dan sekolah sekaligus sebagai tempat pengembangan
kemampuan diri.
Melihat
hal diatas maka sudah selayaknya terdapat koordinasi antar lingkungan sehingga
terjadi keselarasan dan keserasian dalam menjadikan manusia yang berpendidikan
dan berkepribadian unggul.
2.lingkungan sekolah
Sekolah adalah suatu hal yang tidak
biasa di pungkiri lagi, karena kemajuan zaman, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, keluarga tidak mungkin lagi dapat memenuhi seluruh
kebutuhan dan aspirasi gerasi muda akan pendidikan. Semakin maju suatu
masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan pemenuhan kebutuhan anak akan
pendiddikan. Kondisi masyarakat seperti ini mendorong terjadinya proses
formalisasi lembaga pendidikan yang lazim disebut sistem persekolahan. Jalur
pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang didiselenggarakan sekolah melalui
kegiatan belajar mengajar denagn organisasi yang tersusun rapi, berjenjang dan
berkesinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan
–
ketentuan pemerintah dan
mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional, dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mewujukan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional , maka pendidikan
nasional harus berfungsi:
Sekolah harus mampu
menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk individu melalui pembekalan semua
bidang studi.
Sekolah melalui teknik pengkajian
bidang studi perlu mengembangkan siakp social, gotong royong, toleransi dan
demokrasidan sejenisnya dalam rangka menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk
social.
Sekolah harus berfungsi sebagai
pembinaan watak anak melalui bidang studi yang relevan sehingga akhirnya akan
terbentuk manusia susila yang cakap yang mampu menampilkan dirinya sesuai
dengan nilai dan norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Sekolah harus dapat
menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk yang religius dan mampu menjadi pemeluk
agama, yang baik, taat, soleh, dan toleran.
Di dalam konteks pembangunan
nasional, pendidikan formal harus menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas
yang mampu mensejahterakan dirinya dan bersama orang lain mampu mensejahterakan
masyarakat, bangsa dan negara.
Sekolah berfungsi konservatif,
inovatif, dan selektif dalam mempertahankan atau memelihara kebudayaan yang
ada, melakukan pembaharuan dan melayani perbedaan individu anak dalam
proses pendidikan
PENULISAN KARYA ILMIAH
NAMA :
Indah PermataSari
NPM :
012-017
DOSEN :
Santhyami M,si
PROGRAM STUDI : pendidikan
biologi “A”
TUGAS :
Kalimat Ekspositori
Topik : Etika Publikasi Ilmiah
Jika kita
melihat sejarah berkala pertama di dunia The Philosophical Transaction of the
Royal Society dikeluarkan pada tanggal 6 Maret 1665, secara gamblang dinyatakan
bahwa tujuan penerbitannya adalah untuk meregistrasi adanya ilmuwan yang
berkegiatan kecendikiaan, mensertifikasi kelayakan mutu isi jurnal untuk
diterbitkan, mendeseminasikan hasilnya berupa artikel secara luas dan
mengarsipkan temuan dan teori serta pendapat yang dimuatnya. Kode etik penulis
terdiri dari : fabrikasi,falsifikasi,plagiarisme.
ü Fabrikasi
data : ‘mempabrik’ data atau
membuat-buat data yang sebenarnya tidak ada atau lebih umumnya membuat data
fiktif.
ü Falsifikasi
data : bisa
berarti mengubah data sesuai dengan keinginan, terutama agar sesuai dengan
simpulan yang ‘ingin’ diambil dari sebuah penelitian.
ü Plagiarisme : mengambil kata-kata
atau kalimat atau teks orang lain tanpa memberikan acknowledgment (dalam
bentuk sitasi) yang secukupnya.
Ada
berbagai definisi mengenai plagiarisme, namun pada intinya semua menyatakan
bahwa plagiarisme merupakan pemanfaatan/penggunaan hasil karya orang lain yang
diakui sebagai hasil kerja diri sendiri, tanpa memberi pengakuan pada
penciptanya yang asli.
Plagiarisme tidak hanya terbatas pada pencurian gagasan atau hasil
karya orang lain di bidang ilmiah saja, namun juga berlaku di bidang lainnya
seperti dunia seni, budaya, dsb. Bentuknya pun dapat beraneka macam tidak
terbatas hanya pada tulisan
Klasifikasi mengenai plagiarisme dapat dibuat tergantung dari
berbagai aspek pandang:
- dari segi substansi yang
dicuri,
- dari segi kesengajaan,
- dari segi volume/proporsi
- dari pola pencurian,
Apabila karya sendiri sudah pernah diterbitkan sebelumnya, maka
tatkala kita mengambil gagasan tersebut, semestinya dicantumkan rujukan atau
sitasinya.
Bila tidak, ini dapat dianggap
sebagai auto-plagiarisme atau self-plagiarism. Jenis plagiarisme ini
sebenarnya dapat dianggap “ringan”, namun bila dimaksudkan atau di kemudian
hari dimanfaatkan untuk menambah kredit akademik, maka dapat dianggap sebagai
pelanggaran berat dari etika akademik. Memakai, menganalisa, membahas,
mengritik atau merujuk hasil karya intelektual orang lain boleh dilakukan
selama kaidah pemakaiannya tetap ‘beradab’.
Rangkumlah hasil karya orang lain, atau melakukan parafrase pada
bagian khusus dalam teks dengan cara penguraian menggunakan kata-kata sendiri,
dan nyatakanlah sumber gagasan dan masukkan sumber-sumber yang dipakai dalam
daftar rujukan
Menggunakan
kata-kata asli penulis juga diperkenankan dengan cara memberi tanda kutip pada
kalimat-kalimat yang dipakai, selain menyebutkan sumber gagasannya
-Seseorang yang melakukan
salah satu dari tiga pelanggaran etika akademik (falsifikasi, fabrikasi dan
plagiarisme) bisa dikatakan memiliki cacat moral, terlebih jika dilihat dari
kacamata agama. Nilai keagamaan mencela pelanggaran sebagai bagian dari
ketidakjujuran, pencurian atau mengambil kepunyaan orang lain tanpa hak.
OLEH:
KHAHARMAN
Kehidupan di universitas sangat kompleks, mulai dari
konektivitas profesional antar dan antara dosen, mahasiswa, dan pegawai sampai
kegiatan yang bersifat membangun sisi sosial dan menjunjung kekeluargaan,
berbaur secara alami membentuk karakter khas masing-masing universitas. Dosen
menjalankan hak dan kewajibannya begitu pula mahasiswa. Setiap universitas
memiliki kode etik masing-masing yang mengatur hak dan kewajiban
profesionalisme dosen dan mahasiswa, menuangkannya secara tertulis dalam suatu
keputusan rektor atau wali amanat universitas yang bersifat resmi. Dalam
dokumen ini diatur segala hal mengenai etika dosen, etika mahasiswa, etika
penelitian bagi setiap anggota civitas akademika sampai sanksi pelanggaran.
Terlepas dari ada atau tidaknya dokumen mengikat, hubungan masing-masing elemen
dalam universitas terbentuk dari dasar profesionalisme dalam mengembangkan
pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Maha siswa sebagai wadah pendidikan sekaligus ilmuwan
memiliki tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Maha siswa dituntut untuk melakukan penelitian yang merujuk pada
kebutuhan masyarakat dan mencerminkan kontribusi nyatanya terhadap peningkatan
pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, segenap civitas akademika universitas
diharapkan mampu mendayagunakan ilmu pengetahuan untuk memberikan pendidikan
dan kontribusi bertangggung jawab dan nyata kepada masyarakat. Sebagai lembaga
profesional, universitas melalui dosen dan mahasiswa dituntut untuk senantiasa
melakukan upaya-upaya inovatif dan inventif dalam bidang ilmu yang menjadi
tanggung jawabnya. Karya-karya tersebut dapat dicapai melalui serangkaian
kegiatan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kaidah dan metode ilmiah
secara sistematis, brainstorming analisa permasalahan, membuktikan
kebenaran hipotesis, penuangan ide dan solusi sampai aplikasi teruji yang
kemudian diharapkan tertuang dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Penelitian juga dapat pula berasal dari umpan balik penerapan hasil
penelitiannya kepada masyarakat. Sekarang peran universitas berkembang, tidak
hanya mencetak mahasiswa sebagai pribadi unggul namun juga sebagai ujung tombak
kelembagaan yang menghasilkan penelitian-penelitian yang bersifat memasyarakat.
Tidak heran sekarang penilaian utama terhadap prestasi suatu universitas
memasukkan poin publikasi penelitian aplikatif yang dihasilkan universitas
tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Perbandingan
antara supervisor dengan mahasiswa
Pada dasarnya bentuk kerjasama penelitian dan publikasi
antara supervisor dan mahasiswa akan berjalan baik jika memenuhi kaidah kode
etik penelitian dan memahami posisi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Dosen
memiliki tugas utama sebagai pelaksana Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu
pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Bidang pengajaran
meliputi tugas sebagai pengajar, penasehat akademik atau dikenal sebagai dosen
wali, dan pembimbing penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, atau
disertasi sesuai dengan bidang ilmu, keahlian dan kewenangan yang
dimilikinya. Khusus untuk peran dosen sebagai supervisor, dosen
berkewajiban untuk memberikan nasehat, petunjuk, instruksi membangun dan
semangat dalam aktivitas penelitian yang dilakukan mahasiswanya, dan juga
memberikan evaluasi terhadap progres dan performa mahasiswa. Peran fundamental
seorang dosen adalah sebagai partner senior.
Sebaliknya, dosen memiliki hak untuk memberikan nilai
terhadap kinerja mahasiswa dan memberikan sanksi atas kelalaian yang dilakukan
mahasiswa selama proses penelitian sesuai peraturan masing-masing universitas.
Beberapa Contoh Kasus Mahasiswa dan
Supervisor
beberapa jenis kasus yang terjadi pada hubungan mahasiswa dan
supervisornya.
Kasus 1:
Ada kalanya supervisor memperlakukan mahasiswa
sebagai tenaga kerja ‘murah’ seperti yang telah dibahas pada pembahasan
sebelumnya.
Kasus 2:
Dosen akan sering mendapatkan keadaan dimana
mahasiswa datang kepada supervisor tanpa tema atau ide penelitian. Yang
bersangkutan hanya datang dengan keinginan untuk meneliti suatu bidang yang
masih terlalu umum, tanpa ada ide permasalahan atau site penelitian yang
jelas
Intinya adalah transparansi dan peningkatan pengetahuan
kode etik dalam dunia penelitian adalah hal yang perlu ditingkatkan untuk
menangani dilema authorsip ini. Di berbagai universitas terbesar di
dunia, proses transparansi dan pengenalan etika penelitian sudah disadari sejak
lama. Dalam mengatur hubungan supervisor-mahasiswa, universitas sudah
menerapkan perjanjian tertulis sebelum memulai penelitian yang mengatur segala
bentuk hak dan kewajiban, kepemilikan data sampai authorship publikasi
sehingga kerancuan-kerancuan seperti kasus-kasus di atas dapat dihindari.
Jikapun ada yang melanggar, perjanjian tertulis tersebut dapat menjadi bukti
tertulis untuk memberikan sanksi hukum yang tepat. Walaupun demikian, pedoman
kerja mereka masih terus-menerus perlu diperbaiki. Belum terlambat bagi
universitas-universitas di Indonesia untuk memulainya.
oleh :
RESPE
NANDA
NPM: 121000284205041
Kehidupan di universitas sangat kompleks, mulai dari
konektivitas profesional antar dan antara dosen, mahasiswa, dan pegawai sampai
kegiatan yang bersifat membangun sisi sosial dan menjunjung kekeluargaan,
berbaur secara alami membentuk karakter khas masing-masing universitas. Dosen
menjalankan hak dan kewajibannya begitu pula mahasiswa. Setiap universitas
memiliki kode etik masing-masing yang mengatur hak dan kewajiban
profesionalisme dosen dan mahasiswa, menuangkannya secara tertulis dalam suatu
keputusan rektor atau wali amanat universitas yang bersifat resmi. Dalam
dokumen ini diatur segala hal mengenai etika dosen, etika mahasiswa, etika
penelitian bagi setiap anggota civitas akademika sampai sanksi pelanggaran.
Terlepas dari ada atau tidaknya dokumen mengikat, hubungan masing-masing elemen
dalam universitas terbentuk dari dasar profesionalisme dalam mengembangkan
pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Universitas sebagai wadah pendidikan sekaligus ilmuwan
memiliki tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Universitas dituntut untuk melakukan penelitian yang merujuk pada
kebutuhan masyarakat dan mencerminkan kontribusi nyatanya terhadap peningkatan
pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, segenap civitas akademika universitas
diharapkan mampu mendayagunakan ilmu pengetahuan untuk memberikan pendidikan dan
kontribusi bertangggung jawab dan nyata kepada masyarakat. Sebagai lembaga
profesional, universitas melalui dosen dan mahasiswa dituntut untuk senantiasa
melakukan upaya-upaya inovatif dan inventif dalam bidang ilmu yang menjadi
tanggung jawabnya. Karya-karya tersebut dapat dicapai melalui serangkaian
kegiatan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kaidah dan metode ilmiah
secara sistematis, brainstorming analisa permasalahan, membuktikan
kebenaran hipotesis, penuangan ide dan solusi sampai aplikasi teruji yang
kemudian diharapkan tertuang dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Penelitian juga dapat pula berasal dari umpan balik penerapan hasil
penelitiannya kepada masyarakat. Sekarang peran universitas berkembang, tidak
hanya mencetak mahasiswa sebagai pribadi unggul namun juga sebagai ujung tombak
kelembagaan yang menghasilkan penelitian-penelitian yang bersifat memasyarakat.
Tidak heran sekarang penilaian utama terhadap prestasi suatu universitas
memasukkan poin publikasi penelitian aplikatif yang dihasilkan universitas
tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Perbandingan
antara supervisor dengan mahasiswa
Pada dasarnya bentuk kerjasama penelitian dan publikasi
antara supervisor dan mahasiswa akan berjalan baik jika memenuhi kaidah kode
etik penelitian dan memahami posisi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Dosen
memiliki tugas utama sebagai pelaksana Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu
pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Bidang pengajaran
meliputi tugas sebagai pengajar, penasehat akademik atau dikenal sebagai dosen
wali, dan pembimbing penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, atau
disertasi sesuai dengan bidang ilmu, keahlian dan kewenangan yang
dimilikinya. Khusus untuk peran dosen sebagai supervisor, dosen
berkewajiban untuk memberikan nasehat, petunjuk, instruksi membangun dan
semangat dalam aktivitas penelitian yang dilakukan mahasiswanya, dan juga
memberikan evaluasi terhadap progres dan performa mahasiswa. Peran fundamental
seorang dosen adalah sebagai partner senior. Seorang supervisor memiliki
tanggung jawab untuk memacu pertumbuhan intelektualitas mahasiswanya sehingga
mereka dapat menjadi kontributor kompeten dalam bidang masing-masing Membimbing
dan mengarahkan mahasiswa dalam memilih topik penelitian yang baik dan sesuai
dengan kapabilitas mahasiswa.
- Mengkomunikasikan level performa yang disyaratkan
- Memastikan bahwa mahasiswa memiliki pemahaman teori yang baik dan skil yang cukup untuk melaksanakan penelitian
- Memeriksa hasil tulisan penelitian mahasiswa dan memberikan masukan konstruktif
- Memandu mahasiswa untuk mempublis hasil penelitiannya dalam bentuk konferensi, jurnal, dan lain-lain.
Sebaliknya,
dosen memiliki hak untuk memberikan nilai terhadap kinerja mahasiswa dan
memberikan sanksi atas kelalaian yang dilakukan mahasiswa selama proses
penelitian sesuai peraturan masing-masing universitas.
Beberapa Contoh Kasus Mahasiswa dan
Supervisor
beberapa jenis kasus yang terjadi pada hubungan mahasiswa dan
supervisornya.
Kasus 1:
Ada kalanya supervisor memperlakukan mahasiswa
sebagai tenaga kerja ‘murah’ seperti yang telah dibahas pada pembahasan
sebelumnya.
Kasus 2:
Dosen akan sering mendapatkan keadaan dimana
mahasiswa datang kepada supervisor tanpa tema atau ide penelitian. Yang
bersangkutan hanya datang dengan keinginan untuk meneliti suatu bidang yang
masih terlalu umum, tanpa ada ide permasalahan atau site penelitian yang
jelas
Kasus 3:
Kasus ketiga ini adalah kasus yang paling
sensitif karena berhubungan dengan pendanaan. Misalnya, seorang mahasiswa mengalami
kesulitan pendanaan untuk mengerjakan tugas akhirnya. Mahasiswa tersebut bisa
mengkonsultasikannya dengan supervisor.
Intinya adalah transparansi dan peningkatan
pengetahuan kode etik dalam dunia penelitian adalah hal yang perlu ditingkatkan
untuk menangani dilema authorsip ini. Di berbagai universitas terbesar
di dunia, proses transparansi dan pengenalan etika penelitian sudah disadari
sejak lama. Dalam mengatur hubungan supervisor-mahasiswa, universitas sudah
menerapkan perjanjian tertulis sebelum memulai penelitian yang mengatur segala
bentuk hak dan kewajiban, kepemilikan data sampai authorship publikasi
sehingga kerancuan-kerancuan seperti kasus-kasus di atas dapat dihindari.
Jikapun ada yang melanggar, perjanjian tertulis tersebut dapat menjadi bukti
tertulis untuk memberikan sanksi hukum yang tepat. Walaupun demikian, pedoman
kerja mereka masih terus-menerus perlu diperbaiki. Belum terlambat bagi
universitas-universitas di Indonesia untuk memulainya.
Nama : Yeni Susanti
Bp : 012- 059
Prodi : Biologi “A”
Dosen :
Santhyami,M.Si
Tugas :
Paragraf Essay Ekspositori
CARA-CARA MENGGALAKKAN PARA
PELAJAR MENGUASAI BAHASA MELAYU DENGAN BAIK
Pada zaman sekarang ini, sangat
banyak pelajar Melayu yang sudah melupakan bahasa Ibunda mereka sendiri. Mereka
lebih suka menggunakan Bahasa Inggris. Oleh karena itu, pemerintah menggalakkan
agar pihak sekolah serta ibu bapak membantu setiap pelajar dalam menguasai bahasa Melayu dengan baik dan benar.
Beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh setiap pihak sekolah yaitu pihak sekolah dapat mengadakan
bengkel atau perkemahan untuk para pelajar-pelajar Melayu. Melalui bengkel ini,
setiap pelajar akan saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya dalam
menggunakan bahasa Melayu. Dengan hal ini, para pelajar dapat membiasakan diri untuk
bertutur kata dalam bahasa Melayu. Aktivitas yang dijalankan para pelajar itu
haruslah menarik. Dengan itu, para pelajar pasti akan lebih tertarik untuk
menguasai bahasa Melayu.
Guru juga berperan penting dalam
membantu setiap pelajar untuk menguasai Bahasa Melayu dengan baik. Guru
merupakan sumber pengetahuan para pelajar. Tanpa seorang guru, setiap pelajar tidak
akan dapat memahami serta menguasai bahasa Melayu dengan baik. Sebagai contoh,
guru harus dapat membuat pelajaran yang menarik dengan menggunakan ICT, seperti
perisian Powerpoint atau Photostory. Selain itu, pembelajaran juga dapat sesekali
dilaksanakan di luar kelas, seperti di makmal komputer untuk pembelajaran ICT.
Pembelajaran juga dapat dijalankan di kantin atau pun di taman sekolah. Dengan
cara ini, setiap pelajar akan tertarik pada pembelajaran bahasa Melayu dan pembelajaran
itu harus di pusatkan kepada pelajar. Dalam pembelajaran, hanya bahasa Melayu
saja yang boleh digunakan. Oleh karena itu, dengan pembelajaran yang menarik, para
pelajar akan dapat digalakkan untuk menguasai setiap bahasa Melayu dengan lebih
baik.
Pendekatan pembelajaran yang
berbeda dapat meningkatkan minat para pelajar untuk belajar bahasa Melayu. Para
pelajar tersebut akan lebih cepat memahami apa yang diajarkan oleh gurunya,
seperti peribahasa garam jatuh ke air. Hubungan antara guru dengan pelajar akan
menjadi lebih akrab. Apabila hubungan antara guru dengan para pelajar lebih
baik, maka akan lebih bagus dalam pembelajaran bahasa Melayu. Dengan ini, para
pelajar akan terdorong untuk menguasai bahasa Melayu dengan baik.
Selain pihak sekolah, ibu bapak juga
berperan penting dalam menggalakkan anak-anak mereka menguasai bahasa Melayu.
Tidak ada gunanya jika pelajar hanya menggunakan bahasa Melayu dalam kelas
Melayu saja. Sebagai orang tua, ibu bapak haruslah memberikan contoh yang baik
kepada anak-anaknya. Ibu bapak haruslah menggunakan bahasa Melayu yang baik
saat berbicara dengan anak-anak. Mereka juga dapat mengisi waktu luang dengan
bermain permainan yang menggunakan bahasa Melayu seperti Sahibba atau permainan
piramid dalam bahasa Melayu. Ibu bapak juga boleh menggalakkan anak-anak mereka
membaca bahan-bahan Melayu seperti majalah atau akhbar Melayu, Berita Harian.
Dengan pertolongan ibu bapak, para pelajar akan lebih terdorong untuk sering menggunakan
bahasa Ibundanya.
Meskipun
begitu, pelajar sendirilah yang berperan penting dalam pembelajaran ini. Kalau
diri pelajar itu sendiri tidak ada keinginan untuk belajar , maka tidak akan
ada gunanya bantuan dari ibu bapak. Seorang pelajar haruslah aktif dalam
menggunakan bahasa Melayu dan mendisiplinkan diri untuk menggunakan bahasa Melayu
semasa bertutur kata dengan teman- teman. Para pelajar juga harus berani untuk
bertanya tentang sesuatu hal yang tidak di mengerti atau yang tidak di pahami. Selain
itu, kita harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas bahasa Melayu
dengan baik. Sikap ini akan mendorong pelajar untuk lebih bersemangat dalam
pembelajaran bahasa Melayu di sekolah.
Pelajar juga harus mampu membantu
dan memberikan sokongan kepada teman- teman dalam menggunakan bahasa melayu
yang baik dan benar. Dengan sokongan itu, teman- teman yang kurang pandai akan
merasa lebih yakin dan tidak takut- takut lagi dalam menggunakan bahasa melayu.
Setiap pelajar harus diberi banyak peluang untuk berbicara di dalam kelas
maupun di luar kelas dengan teman- teman. Dengan adanya minat para pelajar,
maka penguasaan bahasa Melayu akan menjadi lebih mudah dan lebih efektif. Kalau
diri kita sendiri mau belajar dengan baik, pasti suatu pelajaran itu akan
menjadi sangat mudah. Apabila seorang pelajar sudah dapat menerima pelajaran,
pasti dia akan terdorong untuk mengetahui lebih lanjut dan terus menguasai
bahasa Melayu dengan baik.
Kesimpulannya, para pelajar
hendaklah menanamkan minat untuk terus mempelajari bahasa Melayu. Dengan
dorongan, bantuan dan sokongan dari pihak sekolah dan ibu bapak, pasti para
pelajar dapat menguasai bahasa Melayu dengan baik dan benar. Dengan itu, para
pelajar akan terdorong mencintai bahasa ibunda dan terus menggunakannya dalam
kehidupan sehari- hari. Sebagai pelajar yang menjadi penerus generasi yang akan
datang, kita tidak boleh membiarkan bahasa ibunda kita terkubur begitu saja.
Kita mesti memperjuangkan bahasa Melayu dan mengekalkan bahasa ini supaya
generasi yang akan datang dapat menikmati keindahan dalam menggunakan bahasa melayu.
MENGENAL LEBIH DEKAT PERPUSTAKAAN
PERGURUAN TINGGI ATAU UNIVERSITAS
Karya : Yuri Septiawella