Rabu, 26 November 2014

ETIKA PUBLIKASI ILMIAH




Perbedaan Budaya Barat dan Budaya Timur
Oleh
Damrizal  

Banyak orang masih sering mempersoalkan perbedaan antara kebudayaan barat dan kebudayaan timur. Padahal konsep itu berasal dari orang Eropa Barat dalam zaman ketika mereka berexpansi menjelajahi dunia, menguasai wilayah luas di Afrika, Asia dan Oseania, dan memantapkan pemerintah-pemerintah jajahan mereka dimana-mana. Semua kebudayaan diluar kebudayaan mereka di Eropa Barat disebutnya kebudayaan Timur, dan sebagai lawannya kebudayaan mereka sendiri disebut kebudayaan Barat.
Orang-orang yang sering mendiskusikam kontras antara kedua konsep tersebut secara popular, biasanya menganggap bahwa kebudayaan Timur lebih mementingkan kehidupan kerohanian, mistik, pikiran preologis, keramahtamahan dan gotong royong. Sedangkan kebudayaan Barat lebih mementingkan kebendaan, pikiran logis, hubungan asas guna dan individualisme.
Kebudayaan Timur memahami kesadaran dengan pembinaan diri melalui berbagai macam latihan baik secara fisik maupun mental. Melalui berbagai latihan, para master spiritual yang memiliki dasar kebudayaan timur akan terus berlatih. Dimana pada umumnya, semakin tinggi tingkat pencapaiannya, dirinya semakin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan masyarakat.
Sedangkan kebudayaan Barat lebih sering membina kesadarannya dengan pemahaman secara ilmu pengetahuan dan filsafat. Dengan melakukan berbagai diskusi dan debat, mereka berusaha mengungkapkan makna dan arti yang sebenarnya dari kesadaran. Dan pada umumnya, semakin tinggi tingkat pencapaian spiritual yang memiliki dasar kebudayaan Barat, orang tersebut akan semakin banyak menarik orang untuk mengikuti jalannya.
Dalam kesehariannya, orang barat memang sudah dididik untuk mandiri dari kecil, tidak berketergantungan pada orang lain.
Sebagai contoh pertentangan dan perbedaan budaya barat dan timur adalah ketika seorang artis dan penyanyi terkenal yang dikecam melakukan konsernya di Indonesia dengan alasan moral dan budaya. Terlihat jelas bahwa memang budaya barat dan timur sangan kontras dan berbeda jauh. Mungkin itu adalah akibat dari didikan para orang terdahulu yang akhir menjadi warisan budaya dan sifat orang timur dan barat itu sendiri.
Namun sejauh apapun perbedaan budaya barat dan timur, merupakan suatu ciri suatu Negara dan masyarakatnya. Tak ayal dan tak bias dipungkiri meskipun berbeda budaya, toh satu sama lain masih saling mengagumi. Orang Barat mengagumi budaya orang timur dan orang Timur menginginkan budaya Barat. Karena perbedaan itu justru menyatukan umat manusia.
Perbedaan budaya yangk budaya-budaya barat yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh budaya timur, namun kenyataannya banyak orang timur yang mulai terpengaruh oleh budaya barat. Padahal budaya timur jauh berbeda dengan budaya barat.
Budaya Barat menekankan analisis pengetahuan yang kritis dengan mencari unsur sebab akibat dan membangun argumentasi-argumentasi. Hal ini dikarenakan kodrat manusia diletakkan pada akal budinya. Unsur rasionalitas amat ditekankan seperti terlihat pada konsep anima rationale (makhluk berakal budi) dari Aristoteles atau motto cogito ergo sung (aku berpikir, maka aku ada) dari Descartes.
Sedangkan  budaya Timur menekankan pada pengetahuan intuitif yang menyeluruh dan melibatkan unsur-unsur emosi. Yang nyata tidak selalu bisa dijelaskan secara rasional. Ada hal-hal yang tidak dapat dijelaskan akal seperti misteri dan irasionalitas. Kepribadian manusia tidak terletak pada inteleknya, melainkan pada hatinya
Di dalam budaya Timur ide-ide abstrak tidak sepenting ide-ide konkret, karena tujuan utama belajar bukan mengisi otak dengan pengetahuan tapi menjadi bijaksana. Oleh karena itu, orang Timur tidak tertarik pada pengetahuan intelektual, karena dipercaya bahwa itu tidak mampu membuat hidup seseorang menjadi lebih baik. Di Timur pengetahuan-pengetahuan spesialis tidak berkembang melainkan pengetahuan mengenai bagaimana menjadi manusia, hikmat hidup dan keterlibatan dengan persoalan-persoalan hidup manusia secara konkret. Seorang misionaris Metodis yang terkenal E. Stanley Jones pernah berkata mengenai perbedaan Timur dan Barat. Di Timur orang bertanya-tanya Tuhan mana yang harus dipercaya, namun di Barat orang bertanya-tanya mengapa harus ada Tuhan. Menurut orang Barat agama harus sistematis rasional, sedangkan di  Timur orang beragama untuk menghayati hubungannya dengan Tuhan.
 ada seharusnya tidak menjadi kebencian atau pembedaan pada budaya lain, tapi jika kita mempelajari3 suatu budaya lain hendaknya kita mengambil apa-apa yang bisa dicontoh dari budaya tersebut dan yang bisa diaplikasikan dalam budaya kita.

Tema nya  adanya perbedaan budaya barat dengan budaya timur
Thesis ; paragraph 3  dan 4
Penutup :pada paragraph terakhir .”jika kita mempelajari suatu budaya lain hendaknya kita mengambil apa-apa yang bsa di contoh dari budaya tersebut yang bias di aplikasi dalam budaya kita”



Perbedaan Budaya Indonesia dengan Jepang
DIAN RAHMY
012-008
Budaya adalah kristalisasi nilai dan pola hidup yang dianut suatu komunitas. Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik, karena perbedaan pola hidup komunitas itu. Perbandingan budaya Jepang dan Indonesia berarti mencari nilai-nilai kesamaan dan perbedaan antara bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Dengan mengenali persamaan dan perbedaan kedua budaya itu, kita akan semakin dapat memahami keanekaragaman pola hidup yang ada, yang akan bermanfaat saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak yang berasal dari budaya yang berbeda.
Kesulitan utama dalam membuat perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang disebabkan perbedaan karakteristik kedua bangsa tersebut. Bangsa Jepang relatif homogen, dan hanya memiliki sekitar 15 bahasa dan telah memiliki sejarah yang jauh lebih panjang, sehingga nilai-nilai budaya itu lebih mengkristal. Adapun bangsa Indonesia berciri heterogen, multi etnik, memiliki lebih dari 700 bahasa, sehingga tidak mudah untuk mencari serpih-serpih budaya yang mewakili Indonesia secara nasional.
Antara Jepang dan Indonesia memang memiliki banyak perbedaan, baik secara budaya dan kondisi negara. Namun ada yang hampir sama antara keduanya, yaitu kedua negara sama-sama memiliki ciri khas masing-masing, Indonesia yang terkenal dengan keberagaman dan kekayaan masyarakatnya, begitupula Jepang yang kental dengan budaya samurainya. Namun dalam hal budaya ini, nampak ada perbedaan yang mencolok yaitu negara Jepang sangat menghargai hasil budaya mereka sehingga semakin lama budaya Jepang akan semakin maju, seperti halnya kimono. Sehingga Kebudayaan Jepang semakin dikenal didunia namun tidak untuk Indonesia, kebanyakan warganya menganggap jika budaya Indonesia sangatlah kampungan sehingga banyak yang lebih bangga memakai budaya asing dari budayanya sendiri.
Secara SDM dan SDA, ternyata antara Jepang dan Indonesia juga sangat unik. Jepang adalah negara miskin SDA namun kaya akan SDM sementara Indonesia kaya akan SDA namun miskin SDM. Sehingga meskipun SDA Jepang jauh lebih rendah dibanding Indonesia, Jepang bisa lebih kaya dari Indonesia. Bahkan ekspor SDA Jepang jauh lebih besar dibanding Indonesia. Karena Indonesia rata-rata hanya mengekspor barang mentah ke Jepang, setelah jadi barang maka balik diekspor ke Indonesia dengan harga hampir seratus kali lipat. Dengan kata lain, kita membeli produk kita sendiri, sementara keuntungan besar diambil bangsa lain.
Indonesia harusnya belajar banyak dari Jepang, sebagai Negara yang miskin SDA dan rawan Bencana, Jepang bisa menjelma menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang memberikan banyak sumbangsih dan inspirasi bagi bangsa lain. Bangsa yang mengajarkan kebangkitan usai keterpurukan, karena jelas kemajuan jepang yang pesat justru ketika mereka baru di bombardir Amerika pada saat perang dunia.
Tradisi penamaan di Jepang sangatlah unik. Nama di Jepang terdiri dari dua bagian: family name dan first name. Nama ini harus dicatatkan di kantor pemerintahan (kuyakusho), selambat-lambatnya 14 hari setelah seorang bayi dilahirkan. Semua orang di Jepang kecuali keluarga kaisar, memiliki nama keluarga. Tradisi pemakaian nama keluarga ini berlaku sejak jaman restorasi Meiji, sedangkan di era sebelumnya umumnya masyarakat biasa tidak memiliki nama keluarga. Sejak restorasi meiji, nama keluarga menjadi keharusan di Jepang. Dewasa ini ada sekitar 100 ribu nama keluarga di Jepang, dan diantaranya yang paling populer adalah Satou dan Suzuki. Jika seorang wanita menikah, maka dia akan berganti nama keluarga, mengikuti nama suaminya. Namun demikian, banyak juga wanita karir yang tetap mempertahankan nama keluarganya.
Baik budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku baik di Jepang maupun Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi jika seorang Indonesia baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi, wajah tidak ikut ditundukkan melainkan memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya jabat tangan yang lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata. Kesalahan lain yang juga sering terjadi adalah mencampurkan ojigi dan jabat tangan. Hal ini juga kurang tepat dipandang dari tradisi Jepang.




FITRI RAMADHONA
 
       2.      Lingkungan Pendidikan Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan, yakni:
       1.      pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya
       2.      pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan
       3.      pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.

Secara umum fungsi lingkungan pendidikan ini membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanaya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal. Antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain tidak mungkin untuk berdiri sendiri. Terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar lingkungan pendidikan.
Lingkungan keluarga sebagai dasar pembentukan sikap dan sifat manusia. Lingkungan sekolah sebagai bekal skil dan ilmu pengetahuan, sedangkan lingkungan masayarakat merupakan tempat praktek dari bekal yang diperoleh di keluarga dan sekolah sekaligus sebagai tempat pengembangan kemampuan diri.
Melihat hal diatas maka sudah selayaknya terdapat koordinasi antar lingkungan sehingga terjadi keselarasan dan keserasian dalam menjadikan manusia yang berpendidikan dan berkepribadian unggul. 
  2.lingkungan sekolah

Sekolah adalah suatu hal yang tidak biasa di pungkiri lagi, karena kemajuan zaman,  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, keluarga tidak mungkin lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi gerasi muda akan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan pemenuhan kebutuhan anak akan pendiddikan. Kondisi masyarakat seperti ini mendorong terjadinya proses formalisasi lembaga pendidikan yang lazim disebut sistem persekolahan. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang didiselenggarakan sekolah melalui kegiatan belajar mengajar denagn organisasi yang tersusun rapi, berjenjang dan  berkesinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan
 – 
 ketentuan pemerintah dan mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional, dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mewujukan masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional , maka pendidikan nasional harus berfungsi:


Sekolah harus mampu menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk individu melalui  pembekalan semua bidang studi.


Sekolah melalui teknik pengkajian bidang studi perlu mengembangkan siakp social, gotong royong, toleransi dan demokrasidan sejenisnya dalam rangka menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk social.


Sekolah harus berfungsi sebagai pembinaan watak anak melalui bidang studi yang relevan sehingga akhirnya akan terbentuk manusia susila yang cakap yang mampu menampilkan dirinya sesuai dengan nilai dan norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Sekolah harus dapat menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk yang religius dan mampu menjadi pemeluk agama, yang baik, taat, soleh, dan toleran.


Di dalam konteks pembangunan nasional, pendidikan formal harus menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas yang mampu mensejahterakan dirinya dan bersama orang lain mampu mensejahterakan masyarakat, bangsa dan negara.


Sekolah berfungsi konservatif, inovatif, dan selektif dalam mempertahankan atau memelihara kebudayaan yang ada, melakukan pembaharuan dan melayani perbedaan individu anak dalam  proses pendidikan




PENULISAN KARYA ILMIAH
NAMA                                    : Indah PermataSari
NPM                                       : 012-017
DOSEN                                  : Santhyami M,si
PROGRAM STUDI               : pendidikan biologi “A”
TUGAS                                   : Kalimat Ekspositori
Topik                                       : Etika Publikasi Ilmiah

Jika kita melihat sejarah berkala pertama di dunia The Philosophical Transaction of the Royal Society dikeluarkan pada tanggal 6 Maret 1665, secara gamblang dinyatakan bahwa tujuan penerbitannya adalah untuk meregistrasi adanya ilmuwan yang berkegiatan kecendikiaan, mensertifikasi kelayakan mutu isi jurnal untuk diterbitkan, mendeseminasikan hasilnya berupa artikel secara luas dan mengarsipkan temuan dan teori serta pendapat yang dimuatnya. Kode etik penulis terdiri dari : fabrikasi,falsifikasi,plagiarisme.
ü  Fabrikasi data : ‘mempabrik’ data atau membuat-buat data yang sebenarnya tidak ada atau lebih umumnya membuat data fiktif.
ü  Falsifikasi data : bisa berarti mengubah data sesuai dengan keinginan, terutama agar sesuai dengan simpulan yang ‘ingin’ diambil dari sebuah penelitian.
ü  Plagiarisme : mengambil kata-kata atau kalimat atau teks orang lain tanpa memberikan acknowledgment (dalam bentuk sitasi) yang secukupnya.
Ada berbagai definisi mengenai plagiarisme, namun pada intinya semua menyatakan bahwa plagiarisme merupakan pemanfaatan/penggunaan hasil karya orang lain yang diakui sebagai hasil kerja diri sendiri, tanpa memberi pengakuan pada penciptanya yang asli.
Plagiarisme tidak hanya terbatas pada pencurian gagasan atau hasil karya orang lain di bidang ilmiah saja, namun juga berlaku di bidang lainnya seperti dunia seni, budaya, dsb. Bentuknya pun dapat beraneka macam tidak terbatas hanya pada tulisan
Klasifikasi mengenai plagiarisme dapat dibuat tergantung dari berbagai aspek pandang:
- dari segi substansi yang dicuri,
- dari segi kesengajaan,
- dari segi volume/proporsi
- dari pola pencurian,

Apabila karya sendiri sudah pernah diterbitkan sebelumnya, maka tatkala kita mengambil gagasan tersebut, semestinya dicantumkan rujukan atau sitasinya.
Bila tidak, ini dapat dianggap sebagai auto-plagiarisme atau self-plagiarism. Jenis plagiarisme ini sebenarnya dapat dianggap “ringan”, namun bila dimaksudkan atau di kemudian hari dimanfaatkan untuk menambah kredit akademik, maka dapat dianggap sebagai pelanggaran berat dari etika akademik. Memakai, menganalisa, membahas, mengritik atau merujuk hasil karya intelektual orang lain boleh dilakukan selama kaidah pemakaiannya tetap ‘beradab’.
Rangkumlah hasil karya orang lain, atau melakukan parafrase pada bagian khusus dalam teks dengan cara penguraian menggunakan kata-kata sendiri, dan nyatakanlah sumber gagasan dan masukkan sumber-sumber yang dipakai dalam daftar rujukan
Menggunakan kata-kata asli penulis juga diperkenankan dengan cara memberi tanda kutip pada kalimat-kalimat yang dipakai, selain menyebutkan sumber gagasannya
-Seseorang yang melakukan salah satu dari tiga pelanggaran etika akademik (falsifikasi, fabrikasi dan plagiarisme) bisa dikatakan memiliki cacat moral, terlebih jika dilihat dari kacamata agama. Nilai keagamaan mencela pelanggaran sebagai bagian dari ketidakjujuran, pencurian atau mengambil kepunyaan orang lain tanpa hak. 



Etika Data Ilmiah di Lingkungan Maha Siswa
OLEH:
KHAHARMAN

Kehidupan di universitas sangat kompleks, mulai dari konektivitas profesional antar dan antara dosen, mahasiswa, dan pegawai sampai kegiatan yang bersifat membangun sisi sosial dan menjunjung kekeluargaan, berbaur secara alami membentuk karakter khas masing-masing universitas. Dosen menjalankan hak dan kewajibannya begitu pula mahasiswa. Setiap universitas memiliki kode etik masing-masing yang mengatur hak dan kewajiban profesionalisme dosen dan mahasiswa, menuangkannya secara tertulis dalam suatu keputusan rektor atau wali amanat universitas yang bersifat resmi. Dalam dokumen ini diatur segala hal mengenai etika dosen, etika mahasiswa, etika penelitian bagi setiap anggota civitas akademika sampai sanksi pelanggaran. Terlepas dari ada atau tidaknya dokumen mengikat, hubungan masing-masing elemen dalam universitas terbentuk dari dasar profesionalisme dalam mengembangkan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Maha siswa sebagai wadah pendidikan sekaligus ilmuwan memiliki tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maha siswa dituntut untuk melakukan penelitian yang merujuk pada kebutuhan masyarakat dan mencerminkan kontribusi nyatanya terhadap peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, segenap civitas akademika universitas diharapkan mampu mendayagunakan ilmu pengetahuan untuk memberikan pendidikan dan kontribusi bertangggung jawab dan nyata kepada masyarakat. Sebagai lembaga profesional, universitas melalui dosen dan mahasiswa dituntut untuk senantiasa melakukan upaya-upaya inovatif dan inventif dalam bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya. Karya-karya tersebut dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kaidah dan metode ilmiah secara sistematis, brainstorming analisa permasalahan, membuktikan kebenaran hipotesis, penuangan ide dan solusi sampai aplikasi teruji yang kemudian diharapkan tertuang dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Penelitian juga dapat pula berasal dari umpan balik penerapan hasil penelitiannya kepada masyarakat. Sekarang peran universitas berkembang, tidak hanya mencetak mahasiswa sebagai pribadi unggul namun juga sebagai ujung tombak kelembagaan yang menghasilkan penelitian-penelitian yang bersifat memasyarakat. Tidak heran sekarang penilaian utama terhadap prestasi suatu universitas memasukkan poin publikasi penelitian aplikatif yang dihasilkan universitas tersebut dalam kurun waktu tertentu.

Perbandingan antara supervisor dengan mahasiswa

Pada dasarnya bentuk kerjasama penelitian dan publikasi antara supervisor dan mahasiswa akan berjalan baik jika memenuhi kaidah kode etik penelitian dan memahami posisi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Dosen memiliki tugas utama sebagai pelaksana Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Bidang pengajaran meliputi tugas sebagai pengajar, penasehat akademik atau dikenal sebagai dosen wali, dan pembimbing  penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, atau disertasi sesuai dengan bidang ilmu, keahlian dan kewenangan yang dimilikinya.  Khusus untuk peran dosen sebagai supervisor, dosen berkewajiban untuk memberikan nasehat, petunjuk, instruksi membangun dan semangat dalam aktivitas penelitian yang dilakukan mahasiswanya, dan juga memberikan evaluasi terhadap progres dan performa mahasiswa. Peran fundamental seorang dosen adalah sebagai partner senior.
Sebaliknya, dosen memiliki hak untuk memberikan nilai terhadap kinerja mahasiswa dan memberikan sanksi atas kelalaian yang dilakukan mahasiswa selama proses penelitian sesuai peraturan masing-masing universitas.
Beberapa Contoh Kasus Mahasiswa dan Supervisor

beberapa jenis kasus yang terjadi pada hubungan mahasiswa dan supervisornya.

Kasus 1:
Ada kalanya supervisor memperlakukan mahasiswa sebagai tenaga kerja ‘murah’ seperti yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya.

Kasus 2:
Dosen akan sering mendapatkan keadaan dimana mahasiswa datang kepada supervisor tanpa tema atau ide penelitian. Yang bersangkutan hanya datang dengan keinginan untuk meneliti suatu bidang yang masih terlalu umum, tanpa ada ide permasalahan atau site penelitian yang jelas

Intinya adalah transparansi dan peningkatan pengetahuan kode etik dalam dunia penelitian adalah hal yang perlu ditingkatkan untuk menangani dilema authorsip ini. Di berbagai universitas terbesar di dunia, proses transparansi dan pengenalan etika penelitian sudah disadari sejak lama. Dalam mengatur hubungan supervisor-mahasiswa, universitas sudah menerapkan perjanjian tertulis sebelum memulai penelitian yang mengatur segala bentuk hak dan kewajiban, kepemilikan data sampai authorship publikasi sehingga kerancuan-kerancuan seperti kasus-kasus di atas dapat dihindari. Jikapun ada yang melanggar, perjanjian tertulis tersebut dapat menjadi bukti tertulis untuk memberikan sanksi hukum yang tepat. Walaupun demikian, pedoman kerja mereka masih terus-menerus perlu diperbaiki. Belum terlambat bagi universitas-universitas di Indonesia untuk  memulainya.


Etika Publikasi Data Ilmiah di Lingkungan Universitas
oleh :

RESPE NANDA

NPM: 121000284205041

Kehidupan di universitas sangat kompleks, mulai dari konektivitas profesional antar dan antara dosen, mahasiswa, dan pegawai sampai kegiatan yang bersifat membangun sisi sosial dan menjunjung kekeluargaan, berbaur secara alami membentuk karakter khas masing-masing universitas. Dosen menjalankan hak dan kewajibannya begitu pula mahasiswa. Setiap universitas memiliki kode etik masing-masing yang mengatur hak dan kewajiban profesionalisme dosen dan mahasiswa, menuangkannya secara tertulis dalam suatu keputusan rektor atau wali amanat universitas yang bersifat resmi. Dalam dokumen ini diatur segala hal mengenai etika dosen, etika mahasiswa, etika penelitian bagi setiap anggota civitas akademika sampai sanksi pelanggaran. Terlepas dari ada atau tidaknya dokumen mengikat, hubungan masing-masing elemen dalam universitas terbentuk dari dasar profesionalisme dalam mengembangkan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Universitas sebagai wadah pendidikan sekaligus ilmuwan memiliki tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Universitas dituntut untuk melakukan penelitian yang merujuk pada kebutuhan masyarakat dan mencerminkan kontribusi nyatanya terhadap peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, segenap civitas akademika universitas diharapkan mampu mendayagunakan ilmu pengetahuan untuk memberikan pendidikan dan kontribusi bertangggung jawab dan nyata kepada masyarakat. Sebagai lembaga profesional, universitas melalui dosen dan mahasiswa dituntut untuk senantiasa melakukan upaya-upaya inovatif dan inventif dalam bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya. Karya-karya tersebut dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kaidah dan metode ilmiah secara sistematis, brainstorming analisa permasalahan, membuktikan kebenaran hipotesis, penuangan ide dan solusi sampai aplikasi teruji yang kemudian diharapkan tertuang dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Penelitian juga dapat pula berasal dari umpan balik penerapan hasil penelitiannya kepada masyarakat. Sekarang peran universitas berkembang, tidak hanya mencetak mahasiswa sebagai pribadi unggul namun juga sebagai ujung tombak kelembagaan yang menghasilkan penelitian-penelitian yang bersifat memasyarakat. Tidak heran sekarang penilaian utama terhadap prestasi suatu universitas memasukkan poin publikasi penelitian aplikatif yang dihasilkan universitas tersebut dalam kurun waktu tertentu.

Perbandingan antara supervisor dengan mahasiswa

Pada dasarnya bentuk kerjasama penelitian dan publikasi antara supervisor dan mahasiswa akan berjalan baik jika memenuhi kaidah kode etik penelitian dan memahami posisi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Dosen memiliki tugas utama sebagai pelaksana Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Bidang pengajaran meliputi tugas sebagai pengajar, penasehat akademik atau dikenal sebagai dosen wali, dan pembimbing  penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, atau disertasi sesuai dengan bidang ilmu, keahlian dan kewenangan yang dimilikinya.  Khusus untuk peran dosen sebagai supervisor, dosen berkewajiban untuk memberikan nasehat, petunjuk, instruksi membangun dan semangat dalam aktivitas penelitian yang dilakukan mahasiswanya, dan juga memberikan evaluasi terhadap progres dan performa mahasiswa. Peran fundamental seorang dosen adalah sebagai partner senior. Seorang supervisor memiliki tanggung jawab untuk memacu pertumbuhan intelektualitas mahasiswanya sehingga mereka dapat menjadi kontributor kompeten dalam bidang masing-masing Membimbing dan mengarahkan mahasiswa dalam memilih topik penelitian yang baik dan sesuai dengan kapabilitas mahasiswa.
  • Mengkomunikasikan level performa yang disyaratkan
  • Memastikan bahwa mahasiswa memiliki pemahaman teori yang baik dan skil yang cukup untuk melaksanakan penelitian
  • Memeriksa hasil tulisan penelitian mahasiswa dan memberikan masukan konstruktif
  • Memandu mahasiswa untuk mempublis hasil penelitiannya dalam bentuk konferensi, jurnal, dan lain-lain.
Sebaliknya, dosen memiliki hak untuk memberikan nilai terhadap kinerja mahasiswa dan memberikan sanksi atas kelalaian yang dilakukan mahasiswa selama proses penelitian sesuai peraturan masing-masing universitas.
Beberapa Contoh Kasus Mahasiswa dan Supervisor

beberapa jenis kasus yang terjadi pada hubungan mahasiswa dan supervisornya.

Kasus 1:
Ada kalanya supervisor memperlakukan mahasiswa sebagai tenaga kerja ‘murah’ seperti yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya.

Kasus 2:
Dosen akan sering mendapatkan keadaan dimana mahasiswa datang kepada supervisor tanpa tema atau ide penelitian. Yang bersangkutan hanya datang dengan keinginan untuk meneliti suatu bidang yang masih terlalu umum, tanpa ada ide permasalahan atau site penelitian yang jelas

Kasus 3:
Kasus ketiga ini adalah kasus yang paling sensitif karena berhubungan dengan pendanaan. Misalnya, seorang mahasiswa mengalami kesulitan pendanaan untuk mengerjakan tugas akhirnya. Mahasiswa tersebut bisa mengkonsultasikannya dengan supervisor.

Intinya adalah transparansi dan peningkatan pengetahuan kode etik dalam dunia penelitian adalah hal yang perlu ditingkatkan untuk menangani dilema authorsip ini. Di berbagai universitas terbesar di dunia, proses transparansi dan pengenalan etika penelitian sudah disadari sejak lama. Dalam mengatur hubungan supervisor-mahasiswa, universitas sudah menerapkan perjanjian tertulis sebelum memulai penelitian yang mengatur segala bentuk hak dan kewajiban, kepemilikan data sampai authorship publikasi sehingga kerancuan-kerancuan seperti kasus-kasus di atas dapat dihindari. Jikapun ada yang melanggar, perjanjian tertulis tersebut dapat menjadi bukti tertulis untuk memberikan sanksi hukum yang tepat. Walaupun demikian, pedoman kerja mereka masih terus-menerus perlu diperbaiki. Belum terlambat bagi universitas-universitas di Indonesia untuk  memulainya.


Nama  : Yeni Susanti
Bp         : 012- 059
Prodi  : Biologi “A”
Dosen : Santhyami,M.Si
Tugas : Paragraf  Essay Ekspositori

CARA-CARA MENGGALAKKAN PARA PELAJAR MENGUASAI BAHASA MELAYU DENGAN BAIK
Pada zaman sekarang ini, sangat banyak pelajar Melayu yang sudah melupakan bahasa Ibunda mereka sendiri. Mereka lebih suka menggunakan Bahasa Inggris. Oleh karena itu, pemerintah menggalakkan agar pihak sekolah serta ibu bapak membantu setiap pelajar dalam  menguasai bahasa Melayu dengan baik dan benar.
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh setiap pihak sekolah yaitu pihak sekolah dapat mengadakan bengkel atau perkemahan untuk para pelajar-pelajar Melayu. Melalui bengkel ini, setiap pelajar akan saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya dalam menggunakan bahasa Melayu. Dengan hal ini, para pelajar dapat membiasakan diri untuk bertutur kata dalam bahasa Melayu. Aktivitas yang dijalankan para pelajar itu haruslah menarik. Dengan itu, para pelajar pasti akan lebih tertarik untuk menguasai bahasa Melayu.
Guru juga berperan penting dalam membantu setiap pelajar untuk menguasai Bahasa Melayu dengan baik. Guru merupakan sumber pengetahuan para pelajar. Tanpa seorang guru, setiap pelajar tidak akan dapat memahami serta menguasai bahasa Melayu dengan baik. Sebagai contoh, guru harus dapat membuat pelajaran yang menarik dengan menggunakan ICT, seperti perisian Powerpoint atau Photostory. Selain itu, pembelajaran juga dapat sesekali dilaksanakan di luar kelas, seperti di makmal komputer untuk pembelajaran ICT. Pembelajaran juga dapat dijalankan di kantin atau pun di taman sekolah. Dengan cara ini, setiap pelajar akan tertarik pada pembelajaran bahasa Melayu dan pembelajaran itu harus di pusatkan kepada pelajar. Dalam pembelajaran, hanya bahasa Melayu saja yang boleh digunakan. Oleh karena itu, dengan pembelajaran yang menarik, para pelajar akan dapat digalakkan untuk menguasai setiap bahasa Melayu dengan lebih baik.
Pendekatan pembelajaran yang berbeda dapat meningkatkan minat para pelajar untuk belajar bahasa Melayu. Para pelajar tersebut akan lebih cepat memahami apa yang diajarkan oleh gurunya, seperti peribahasa garam jatuh ke air. Hubungan antara guru dengan pelajar akan menjadi lebih akrab. Apabila hubungan antara guru dengan para pelajar lebih baik, maka akan lebih bagus dalam pembelajaran bahasa Melayu. Dengan ini, para pelajar akan terdorong untuk menguasai bahasa Melayu dengan baik.
Selain pihak sekolah, ibu bapak juga berperan penting dalam menggalakkan anak-anak mereka menguasai bahasa Melayu. Tidak ada gunanya jika pelajar hanya menggunakan bahasa Melayu dalam kelas Melayu saja. Sebagai orang tua, ibu bapak haruslah memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya. Ibu bapak haruslah menggunakan bahasa Melayu yang baik saat berbicara dengan anak-anak. Mereka juga dapat mengisi waktu luang dengan bermain permainan yang menggunakan bahasa Melayu seperti Sahibba atau permainan piramid dalam bahasa Melayu. Ibu bapak juga boleh menggalakkan anak-anak mereka membaca bahan-bahan Melayu seperti majalah atau akhbar Melayu, Berita Harian. Dengan pertolongan ibu bapak, para pelajar akan lebih terdorong untuk sering menggunakan bahasa Ibundanya.
Meskipun begitu, pelajar sendirilah yang berperan penting dalam pembelajaran ini. Kalau diri pelajar itu sendiri tidak ada keinginan untuk belajar , maka tidak akan ada gunanya bantuan dari ibu bapak. Seorang pelajar haruslah aktif dalam menggunakan bahasa Melayu dan mendisiplinkan diri untuk menggunakan bahasa Melayu semasa bertutur kata dengan teman- teman. Para pelajar juga harus berani untuk bertanya tentang sesuatu hal yang tidak di mengerti atau yang tidak di pahami. Selain itu, kita harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas bahasa Melayu dengan baik. Sikap ini akan mendorong pelajar untuk lebih bersemangat dalam pembelajaran bahasa Melayu di sekolah.
Pelajar juga harus mampu membantu dan memberikan sokongan kepada teman- teman dalam menggunakan bahasa melayu yang baik dan benar. Dengan sokongan itu, teman- teman yang kurang pandai akan merasa lebih yakin dan tidak takut- takut lagi dalam menggunakan bahasa melayu. Setiap pelajar harus diberi banyak peluang untuk berbicara di dalam kelas maupun di luar kelas dengan teman- teman. Dengan adanya minat para pelajar, maka penguasaan bahasa Melayu akan menjadi lebih mudah dan lebih efektif. Kalau diri kita sendiri mau belajar dengan baik, pasti suatu pelajaran itu akan menjadi sangat mudah. Apabila seorang pelajar sudah dapat menerima pelajaran, pasti dia akan terdorong untuk mengetahui lebih lanjut dan terus menguasai bahasa Melayu dengan baik.
Kesimpulannya, para pelajar hendaklah menanamkan minat untuk terus mempelajari bahasa Melayu. Dengan dorongan, bantuan dan sokongan dari pihak sekolah dan ibu bapak, pasti para pelajar dapat menguasai bahasa Melayu dengan baik dan benar. Dengan itu, para pelajar akan terdorong mencintai bahasa ibunda dan terus menggunakannya dalam kehidupan sehari- hari. Sebagai pelajar yang menjadi penerus generasi yang akan datang, kita tidak boleh membiarkan bahasa ibunda kita terkubur begitu saja. Kita mesti memperjuangkan bahasa Melayu dan mengekalkan bahasa ini supaya generasi yang akan datang dapat menikmati keindahan dalam  menggunakan bahasa melayu.


MENGENAL LEBIH DEKAT PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI ATAU UNIVERSITAS
Karya : Yuri Septiawella
Fungsi Edukasi
Dalam hal ini jelas, bahwa tugas pokok Perpustakaan Perguruan Tinggi ialah menunjang program Perguruan Tinggi yang salah satunya adalah bersifat edukasi. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, cara belajar mahasiswa pada sebuah perguruan tinggi lebih bersifat serba aktif, hal ini terlihat dengan adanya kegiatan belajar terstruktur dan belajar mandiri sebagai tuntutan dari sistem SKS ( Sistem Kredit Semester ).
Fungsi Informasi
Peranan perpustakaan, disamping sebagai sarana pendidikan juga berfungsi sebagai pusat informasi. Diharapkan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi sang pemakai (user). Terkadang memang tidak semua informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dapat dipenuhi, karena memang tidak ada perpustakaan yang dapat memenuhi semua kebutuhan informasi pemakai
Fungsi Riset ( penelitian )
Salah satu fungsi dari Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah mendukung pelaksanaan riset yang dilakukan oleh civitas akademika melalui penyediaan informasi dan sumber-sumber informasi untuk keperluan penelitian pengguna.
Fungsi Rekreasi
Perpustakaan disamping berfungsi sebagai sarana pendidikan, juga berfungsi sebagai tempat rekreasi. Tentunya rekreasi yang dimaksud disini bukan berarti jalan-jalan untuk liburan, tetapi lebih berhubungan dengan ilmu pengetahuan. seperti dengan cara menyajikan koleksi yang menghibur pembaca misalnya bacaan humor, cerita perjalanan hidup seseorang, novel, dan membuat kreasi keterampilan.
TENAGA PERPUSTAKAAN
Tenaga perpustakaan terdiri dari Pustakawan dan Tenaga Teknis. Dalam Undang – Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 pasal 29 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa:
Pustakawan
Pustakawan sebagaimana dimaksud harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Artinya pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk Melaksanakan pengelolaan dan layanan perpustakaan.
Sebagai sebuah lembaga, Perpustakaan Perguruan Tinggi dipandang sebagai suatu sistem, dengan ciri-ciri : ada tujuan, ada input, ada proses dan ada out put, serta pada akhirnya ada (evaluasi) tentang keberhasilan sistem tadi. Disinilah dibutuhkan peran seorang pemimpin perpustakaan yang memiliki pengetahuan luas mengenai tata kelola sebuah perpustakaan. Didalam kegiatan sehari-harinya seorang pemimpin perpustakaan perlu mengambil langkah-langkah nyata untuk mencapai tujuannya. Proses pengambilan keputusan ini tentu memerlukan data atau informasi yang sesuai dengan arah yang sejalan dengan kemungkinan pengembangan lembaga induk melalui data atau informasi yang tepat.

PENGGUNA
Berbicara mengenai pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi memang tidak sulit menjawabnya. Tentu saja sivitas akademika perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
Mahasiswa.Masyarakat mahasiswa di berbagai tingkat pada lingkungan Perguruan Tinggi dimana perpustakaan tersebut bernaung. Mereka itulah yang mempunyai hak utama untuk memanfaatkan segala fasilitas di perpustakaan. Tanpa dituntut persyaratan lebih lanjut asal seorang mahasiswa telah terdaftar di lingkungan perguruan tinggi bersangkutan. DosenKelompok masyarakat pengguna ini meskipun jumlahnya tidak sebanyak mahasiswa, namun secara fungsional mereka mempunyai potensi yang besar terhadap pemanfaatan perpustakaan. Sebagai staf akademik tentu banyak berhubungan langsung dengan bahan informasi yang tepat untuk mempersiapkan perkuliahan-mengajar. Kegiatan penelitian yang memang sudah menjadi salah satu pekerjaan dosen, sangat banyak membutuhkan informasi kepustakaan.
Tenaga teknis nonedukatifKelompok masyarakat ini juga dikenal sebagai karyawan administrasi. Tugasnya ialah membantu dan menunjang kelancaran kerja organisai atau lembaga. Karena sifat pekerjaannya yang tidak terlalu banyak memerlukan kemampuan profesional yang memerlukan pemikiran optimal. Dalam arti bahwa kegiatanya lebih banyak bersifat rutin. Kelompok pengguna ini pada umumnya tidak perlu mempergunakan bahan informasi akademik seperti yang dibutuhkan oleh mahasiswa dan dosen maupun staf fungsional lainnya. Bagi mereka cukup disediakan bahan-bahan yang bersifat menghibur maupun bahan-bahan yang bersifat ringan. Tetapi memang ada juga sebagian dari mereka yang memiliki jiwa ilmuwan ,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar